Bombana,A-1.Info / – Yayasan Pendidikan Tinggi Politeknik Bombana kembali menjadi sorotan publik setelah munculnya permasalahan baru yang memicu aksi protes dari civitas akademika. Setelah sebelumnya viral akibat protes mahasiswa terkait ketidaktransparanan penggunaan dana beasiswa hibah dari Pemerintah Kabupaten Bombana, kini kampus tersebut dilanda krisis keuangan yang serius. Politeknik Bombana, satu-satunya perguruan tinggi di wilayah Bombana, dikabarkan tidak mampu lagi membayar gaji staf dan tenaga pengajar (dosen) secara tepat waktu.
Masalah ini terungkap melalui surat resmi yang ditandatangani oleh Wakil Direktur III, Andi Juni Astika, pada tanggal 20 Maret 2025. Surat bernomor 002/PB01.3/HM.02.01/2025 tersebut mengungkapkan bahwa Yayasan Politeknik Bombana belum membayarkan gaji pokok, tunjangan, dan tunggakan gaji sebelumnya. Surat ini juga berisi tuntutan yang ditujukan kepada pengurus dan pengawas yayasan untuk segera menyelesaikan masalah tersebut.
Dalam surat tersebut, civitas akademika mengancam akan melakukan aksi mogok kerja jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Surat ini ditandatangani oleh 33 anggota civitas akademika, yang terdiri dari dosen dan staf kampus. Ancaman tersebut akhirnya terealisasi pada Jumat, 21 Maret 2025, ketika sejumlah dosen dan staf menggelar unjuk rasa di lingkungan kampus. Mereka mengekspresikan kekecewaan dengan mencoret dinding kampus sebagai bentuk protes.
Aksi ini muncul setelah pertemuan antara civitas akademika dan pihak yayasan pada Rabu, 12 Maret 2025, yang dinilai tidak membuahkan hasil. Para dosen dan staf menilai pihak yayasan telah ingkar janji dan tidak serius dalam menyelesaikan masalah keuangan yang telah berlarut-larut. Salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa upaya dialog dengan pihak yayasan dan direktorat kampus telah dilakukan, namun hasilnya nihil.
“Kami sudah mencoba berdialog, tapi hasilnya nihil. Mereka selalu beralasan bahwa dana dari pemerintah daerah belum cair, padahal sebagai yayasan, seharusnya mereka yang bertanggung jawab penuh terhadap gaji dosen dan staf,” ujar dosen tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa keterlambatan pembayaran gaji telah memberatkan kehidupan dosen dan staf. Beberapa di antaranya terpaksa berutang atau menjual aset pribadi demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Dampak dari krisis ini tidak hanya dirasakan secara finansial, tetapi juga memengaruhi stabilitas emosional dan profesionalisme tenaga pengajar. Banyak dosen yang mulai mempertimbangkan untuk mengundurkan diri jika tidak ada kepastian mengenai hak mereka. “Kami bekerja dengan profesional, tetapi hak kami tidak diberikan tepat waktu. Bagaimana kami bisa bertahan jika setiap tahun harus menghadapi masalah yang sama,” keluh salah satu dosen lainnya.
Selain masalah gaji yang belum dibayarkan, para dosen juga menyoroti dugaan penyimpangan anggaran dalam pengelolaan keuangan kampus. Mereka menilai tidak adanya transparansi terkait penggunaan dana, sementara setiap kali meminta kejelasan, pihak yayasan selalu berdalih bahwa anggaran telah habis. Hal ini semakin memperparah ketidakpercayaan civitas akademika terhadap pengurus yayasan.
Krisis yang melanda Politeknik Bombana ini tidak hanya menjadi masalah internal kampus, tetapi juga menjadi sorotan publik. Masyarakat Bombana, yang menaruh harapan besar pada satu-satunya perguruan tinggi di wilayah tersebut, mulai mempertanyakan keberlanjutan pendidikan di kampus ini. Jika tidak segera ditangani, krisis ini berpotensi mengancam masa depan pendidikan tinggi di Bombana dan menimbulkan dampak jangka panjang bagi generasi muda di daerah tersebut.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak yayasan atau pemerintah daerah terkait aksi protes dan tuntutan yang diajukan oleh civitas akademika. Namun, tekanan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa dan masyarakat, terus meningkat, menuntut solusi konkret untuk mengatasi krisis yang telah berlarut-larut ini.